Oleh: Rikza Maulan, M.Ag
Dari
Abdullah Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. bahwasanya seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw.: “Bagaimana pendapatmu jika
aku melaksanakan shalat-shalat fardhu, berpuasa di bulan ramadhan,
menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta aku tidak
menambah dengan sesuatu apapun selain itu, apakah (dengan hal tersebut)
bisa menjadikan aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR.
Muslim)
Tarjamatur Rawi
· Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram
Beliau
adalah Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram Abu Abdillah Al-Anshari,
salah seorang sahabat Rasulullah saw. Tinggal di Madinah dan wafat pula
di Madinah pada tahun 78 H. Beliau termasuk sahabat yang terbanyak
meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Tercatat hadits riwayat beliau
sekitar 1.540-an hadits. Beliau juga termasuk sahabat terakhir yang
wafat di Madinah. Beliau wafat dalam usia 94 tahun.
· Abu Al-Zubair
Beliau
adalah Muhammad bin Muslim Abu Al-Zubair Al-Azady, salah seorang di
bawah wushta minat tabiin. Wafat tahun 136 H. Beliau mengambil hadits
dari sahabat dan juga dari tabiin, di antaranya adalah Anas bin Malik,
Aisyah ra, Umar bin Khatab, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin
Zubair, Ibnu Abbas, dan Thawus bin Kaisan. Sedangkan murid-murid beliau
adalah Hammad bin Salamah bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin
Mihran, Syu’bah bin Hajjaj, dan Malik bin Anas. Adapun dalam derajat
jarh wa ta’dil-nya, sebagian mengkategorikannya tisqah, sebagian lainnya
shaduq. Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengkategorikan beliau sebagai Shaduq.
· Ma’qil bin Ubaidillah
Beliau
adalah Ma’qil bin Ubaidillah, Abu Abdullah Al-Harani Al-Abasy, salah
seorang Atba’ Tabiin. Wafat pada tahun 166 H. Beliau mengambil hadits di
antaranya dari Atha’ bin Abi Ribah, Ikrimah bin Khalid, Amru bin Dinar,
dan Ibnu Syihab Al-Zuhri. Sedangkan murid-muridnya adalah Makhlad bin
Yazid, Muhammad bin Abdullah bin Zubair bin Umar bin Dirham, dan
Abdullah Muhammad bin Ali bin Nufail. Dalam jarh wa ta’dil beliau
dikategorikan sebagai shoduq.
Gambaran Umum Tentang Hadits
Para
ulama hadits mengemukakan bahwa hadits ini memberikan gambaran penting
tentang kaidah beramal secara umum dalam Islam. Oleh karenanya sebagian
bahkan mengatakan bahwa hadits ini mencakup seluruh ajaran Islam. Kaidah
yang digambarkan hadits ini adalah bahwa sesungguhnya segala “amal
perbuatan” itu boleh dilaksanakan selagi terpatri dengan
kewajiban-kewajiban syariat serta tidak melanggar prinsip umum hukum
Islam, yaitu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
Terkait
dengan hal ini, ulama ushul fiqh bahkan memberikan satu kaidah
tersendiri mengenai “bolehnya” melakukan segala perbuatan dalam muamalah
dengan kaidah: Hukum asal dalam bermuamalah adalah “boleh”, kecuali ada
dalil yang melarang perbuatan tersebut.
Makna Hadits
Hadits
ini memberikan gambaran sederhana mengenai cara untuk masuk ke dalam
surga. Dikisahkan bahwa seseorang sahabat (dalam riwayat lain disebutkan
bahwa sahabat ini adalah An-Nu’man bin Qauqal) datang dan bertanya
kepada Rasulullah saw. dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Ya
Rasulullah saw, jika aku melaksanakan shalat yang fardhu, puasa yang
wajib (puasa ramadhan), kemudian melakukan yang halal dan meninggalkan
yang haram, apakah dengan hal tersebut dapat mengantarkanku ke surga?”
Pertanyaan sederhana ini dijawab oleh Rasulullah saw. dengan jawaban
sederhana, yaitu “ya”.
Hadits di atas secara dzahir menggambarkan
“kesederhanaan” amalan yang dilakukannya sebagai seorang sahabat, yaitu
hanya melaksanakan shalat dan puasa serta melakukan perbuatan yang
dihalalkan dan meninggalkan perbuatan yang diharamkan. Dan ketika
perbuatannya tersebut “ditanyakan” kepada Rasulullah saw., beliau pun
tidak mematahkan “keterbatasan” yang dimiliki sahabat tersebut, namun
justru menyemangatinya dengan membenarkan bahwa dengan hal sederhana
tersebut insya Allah dapat membawa dirinya masuk ke dalam surga.
Itu
artinya, Rasulullah saw dapat memahami bahwa tidak semua muslim
memiliki kemampuan yang “lebih”, sehingga ia dapat maksimal melakukan
berbagai aktivitas ibadah secara bersamaan sekaligus, seperti ibadah,
jihad, tilawah, shaum, shadaqah, haji, birrul walidain dan sebagainya.
Namun di antara kaum muslimin terdapat juga yang hanya memiliki
kemampuan terbatas; hanya dapat mengimplementasikan Islam sebatas
amaliyah fardhu, namun tetap menghalalkan yang halal dan mengharamkan
yang haram. Dan Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya (Al-Baqarah: 286).
Menghalalkan Yang Halal Dan Mengharamkan Yang Haram
Kesederhanaan
amalan yang dilakukan seorang muslim hingga dapat membawanya ke dalam
surga, dibingkai dengan bingkai “menghalalkan yang halal dan
mengharamkan yang haram”. Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram artinya bahwa dirinya atau keinginannya mengikuti apa yang
dihalalkan oleh Allah swt. serta menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah
swt. Dan bukan atas dasar keinginan serta kemauan diri pribadinya
(Al-Kahfi: 28).
Bahkan dalam hadits, Rasulullah saw. menegaskan
bahwa hanya dengan melaksanakan kewajiban seperti shalat, puasa dan
zakat saja, namun belum menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram, itu semua belum cukup:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah
saw. bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Sahabat
menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak
memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta.” Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang
pada hari kiamat dengan shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga mencela
(orang) ini, menuduh zina (orang) ini, memakan harta (orang) ini,
menumpahkan darah dan memukul (orang) ini. Lalu diambillah kebaikannya
untuk menutupi hal tersebut. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum
terlunasi “perbuatannya” tersebut, maka diambillah dosa-dosa mereka
(yang menjadi korbannya) dan dilemparkan kepadanya, lalu ia dilemparkan
ke dalam api neraka (HR. Ahmad).
Banyak Jalan Menuju Surga
Sesungguhnya
jika diperhatikan hadits-hadits Rasulullah saw. lainnya akan didapatkan
bahwa banyak amalan sederhana yang jika dilakukan akan mengantarkan
kita menjadi ahlul jannah, di antaranya adalah:
· Melaksanakan
shalat subuh dan ashar. Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat dua waktu dingin
(subuh dan ashar), maka ia akan masuk surga (HR. Bukhari).
·
Tauhidkan Allah dan melaksanakan ibadah fardhu. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa seorang Badui datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, tunjukkan padaku satu amalan yang jika aku laksanakan dapat
mengantarkanku ke dalam surga?” Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah
dan tidak menyekutukannya terhadap apapun, melaksanakan shalat fardhu,
membayar zakat yang wajib serta melaksanakan puasa di bulan ramadhan.”
(HR. Bukhari)
· Mentaati Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Semua umatku akan masuk surga, kecuali
yang enggan.” Sahabat bertanya, “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah
saw.?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku masuk surga, dan
siapa yang maksiat terhadapku (tidak mentaatiku) maka ia adalah yang
enggan.” (HR. Bukhari)
· Beramal sosial. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang berpuasa
hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian
beliau berkata, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengiringi
jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian
beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang telah memberikan
makan pada orang miskin hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai
Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara
kalian yang hari ini telah menjenguk saudaranya yang sakit?” Abu Bakar
menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Lalu Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah semua hal di atas terkumpul dalam diri seseorang, melainkan ia
akan masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Kunci Surga adalah La Ilaha Ilallah
Pada
hakikatnya, kunci surga itu adalah kalimat tauhid “Tiada Ilah selain
Allah swt”. Sehingga seorang mu’min yang telah mengucapkan kalimat itu
dan ia meyakini sepenuh hati atas segala konsekuensinya, maka ia berhak
untuk masuk ke dalam surga Allah swt.
Dari Ubadah bin Al-Shamit
r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bersaksi bahwasanya
tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan
bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwasanya Isa a.s.
adalah hamba dan utusannya yang merupakan kalimat dan ruh yang
ditiupkan pada Maryam, dan bahwasanya surga dan neraka adalah benar
adanya, maka Allah swt. akan memasukkannya dalam surga sesuai amal
perbuatannya (HR. Bukhari).
Dari hadits di atas dapat dipahami
bahwa seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah, berhak
mendapatkan surga dari-Nya. Dan sekiranya ia melakukan perbuatan
maksiat, maka ia tetap berhak mendapatkan surga namun setelah
dosa-dosanya dihapuskan dalam neraka.
Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu
Penyebab
seseorang melakukan satu perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah.
adalah karena mengikuti hawa nafsunya. Oleh karenanya dalam sebuah
hadits, Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Tidak beriman salah seorang
di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa
(syariat Allah swt.).” Dalam Alquran Allah memberikan perumpamaan yang
amat hina bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya: seperti anjing.
(Al-A’raf: 176)
Mengikuti hawa nafsu ini dapat menjadikan
seseorang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Ini
kebalikan dari pesan yang tersurat dari hadits di atas. Oleh karenanya,
salah satu bentuk “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram”
adalah dengan membuang jauh-jauh hawa nafsu yang cenderung mengajak pada
kemaksiatan pada Allah swt. Dan insya Allah, hal ini akan dapat
menjadikan kita termasuk calon penghuni surga.
Hikmah Tarbawiyah
Bagi
seorang mukmin yang senantiasa mengharap ridha Allah swt. ketika
membaca sebuah hadits, ia akan berupaya untuk mentadaburi hadits
tersebut sehingga memberikan bekal dalam perjalanan panjangnya. Di
antara hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas adalah:
1.
Bahwa kesederhanaan dalam beramal, disertai ketulusan dan keikhlasan
untuk senantiasa berpijak pada syariat Allah, insya Allah akan
mengantarkan seseorang pada surga Allah swt.
2. Tidak semua orang
memiliki kemampuan untuk memiliki “prestasi” yang menonjol dalam amalan
ukhrawi, sehingga tidak baik bagi seorang dai untuk ‘memaksakan’ suatu
amaliyah tertentu pada obyek dakwahnya yang tidak sanggup mengembannya.
Namun bukan berarti bahwa setiap orang harus dinilai berdasarkan
‘pengakuan’ dan ‘keinginannya’ saja. Karena manusia jika tidak dipacu
untuk maju, akan sukar baginya untuk maju.
3. Bahwa dalam muamalah,
Islam memberikan kebebasan mutlak untuk melakukan inovasi amal, selama
tidak ada dalil yang melarang satu perbuatan tertentu. Apakah di bidang
sosial, politik, ekonomi, pendidikan, seni, budaya, dan lain sebagainya.
Namun semua hal ini tetap harus dalam ‘frame’ untuk menegakkan
kalimatullah di muka bumi ini, serta harus diproteksi dengan sistem yang
dapat menjaganya dari kekeliruan dan potensi penyelewengan. Hal ini
berbeda dengan masalah ibadah, yang tidak boleh dilakukan kecuali adanya
dalil yang memerintahkannya.
4. Seorang dai haruslah bersikap
bijaksana dan senantiasa memotivasi objek dakwahnya untuk beramal,
kendatipun kecilnya amalan tersebut. Karena dengan adanya motivasi,
seseorang akan terus tergerak untuk beramal yang lebih baik dan baik
lagi. Sikap ini tergambar dari jawaban Rasulullah saw. dalam hadits di
atas.
5. Sebuah cita-cita yang besar demi kemaslahatan umat,
tidaklah bisa dijadikan satu alasan untuk meninggalkan perkara-perkara
yang kecil. Hadits Abu Bakar Al-Siddiq di atas menggambarkan kepada
kita, betapa perhatiannya Abu Bakar terhadap masalah kecil, seperti
menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memberi makan orang miskin,
dan sebagainya. Padahal beliau merupakan sahabat yang paling besar
andilnya dalam mensukseskan dakwah pada masanya. Sehingga jangan sampai
karena alasan cita-cita yang besar, seorang dai mengabaikan
amaliyah-amaliyah kecil.
6. Dalam beberapa hadits, shalat dan puasa
selalu disebutkan sebagai amalan yang dapat memasukkan seseorang ke
dalam surga. Hal ini menunjukkan ‘pentingnya’ peranan shalat dan puasa.
Sehingga tiada alasan bagi seseorang mengabaikan kedua ibadah ini dalam
kondisi apapun juga.
7. Penyebutan shalat dan puasa yang
berulang-ulang, sekaligus menunjukkan bahwa sesungguhnya shalat dan
puasa memiliki implikasi positif dalam diri siapapun yang
mengamalkannya. Shalat dan puasa bukanlah sebuah ritual yang ‘wajib’
dilaksanakan dan setelah itu sudah. Namun shalat dan puasa adalah ibarat
pondasi dasar dan pagar yang dapat membentengi iman dari kerusakan dan
kehancuran.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/jalan-menuju-surga/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar