Oleh: Samin Barkah, Lc
Dari
Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata bahwa Rasulullah saw. telah
menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang paling benar dan
dibenarkan perkataannya, “Sesungguhnya sebagian kalian dikumpulkan bahan
ciptaannya di rahim ibunya 40 hari dalam bentuk nuthfah. Kemudian
menjadi ‘alaqah dalam masa yang sama (40 hari), kemudian menjadi mudghah
dalam masa yang sama (40 hari). Kemudian Allah mengutus malaikat
kepada ciptaan itu, lalu malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan
diperintahkan untuk menuliskan empat ketetapan; Ketetapan rezki; Amal
perbuatannya; Ajal usianya; Dan nasibnya di akhirat, sengsara (penghuni
neraka) atau bahagia (penghuni surga). Demi Zat yang tidak ada Tuhan
selain-Nya, sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang melakukan
perbuatan penghuni surga hingga antara jarak antara dia dengan surga
sejauh satu hasta, lalu catatan takdirnya yang lebih dulu telah
menggariskan hingga ia melakukan perbuatan penghuni neraka dan
(akhirnya) ia masuk ke dalam neraka. Dan sesungguhnya ada orang yang
melakukan perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia dengan
neraka sejauh satu hasta, lalu catatan takdirnya yang lebih dulu telah
menggariskan, hingga ia melakukan perbuatan penghuni surga dan
(akhirnya) ia masuk ke dalam surga. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bunyi hadits di atas adalah:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بنِ مَسعُود رَضِى اللهُ عَنهُ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ
يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ
فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ
فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ
وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لاَ إِلَهَ
غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى
مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا (رواه البخاري ومسلم)
Tentang Hadits
Hadits
ini adalah salah satu hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam
hadits, Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Al-A’masy telah menceritakan
kepada Abu Bakar bin Abu Syaibah, Abu Mu’awiyah, Waki’, Muhammad bin
Abdullah bin Numair Al-Hamdani dari Zaid bin Wahab dari Abdullah bin
Mas’ud r.a.
Telah diriwayatkan bahwa Muhammad bin Yazid
Al-Ashfathi bermimpi bertemu Nabi saw, lalu ia bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah riwayat Abdullah bin Mas’ud yang ia ceritakan dari
Engkau bahwa ia berkata, “Rasulullah telah menceritakan kepada kami dan
beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan perkataannya, memang
demikian? Rasulullah menjawab, “Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain
Dia, sungguh aku telah menceritakan hadits itu kepadanya”. Kalimat itu
diulangnya tiga kali, lalu ia berdoa, “Semoga Allah mengampuni Al-A’masy
sebagaimana ia menceritakan hadits ini dan semoga Allah mengampuni
orang sebelum Al-A’masy yang menceritakan hadits ini dan juga orang yang
menceritakan hadits ini setelah Al-A’masy.
Seperti disebutkan
dalam hadits bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya, maka menyampaikan hadits atau ilmu
agama kepada manusia termasuk memberikan manfaat kepada orang lain.
Dengan ilmu agama, orang akan mengetahui hal-hal yang ia perlukan dalam
mengarungi kehidupan.
Perawi memberikan penekanan dengan ungkapan
وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ (Dialah yang benar dan dibenarkan
perkataannya) karena memang yang akan disampaikan atau yang akan
diriwayatkan ini adalah perkara yang tidak atau belum diketahui manusia,
terutama pada masa setelah masa Rasulullah saw, yaitu perihal proses
penciptaan manusia.
Dunia kedokteran baru-baru saja mengetahui
bahwa proses penciptaan manusia terjadi sama seperti yang diceritakan
oleh Rasulullah saw, 15 abad yang lalu ketika manusia atau tabib belum
mengetahui pasti proses penciptaan manusia.
Di Antara Pelajaran Dari Hadits
Pelajaran
pertama; Matan hadits ini diawali dengan penegasan parsial yang tidak
menyeluruh, yaitu إِنَّ أَحَدَكُمْ (Sesungguhnya salah seorang kalian).
Ungkapan ini adalah ungkapan yang sangat bijak dari Rasulullah saw, dan
ungkapan yang komitmen dengan ilmu yang dimilikinya. Ungkapan ini
menegaskan bahwa sebagian manusia diciptakan Allah dengan proses yang
disebutkan di dalam hadits dan sebagian lainnya Allah sendiri yang
menciptakannya.
Proses penciptaan Adam dan Hawa tidaklah sama
dengan proses penciptaan anak keturunannya. Nabi Adam diciptakan
langsung oleh Allah seperti yang diceritakan di dalam Al-Qur’an surat
Al-Hijr ayat 28-29:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي
خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh
(ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
Juga di dalam surat Shad ayat 71-72, Allah menegaskan:
إِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ فَإِذَا
سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
(Ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah”. Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah
kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”.
Tidak seperti proses
penciptaan anak keturunan Adam, nabi Adam diciptakan Allah dari tanah
atau tanah liat atau lumpur hitam seperti disebutkan dalam ayat-ayat di
atas dan kemudian Allah menyempurnakannya, lalu Allah juga yang
meniupkan ruh ke dalam jasad Adam a.s.
Karena itu ada beberapa
ungkapan di dalam Al-Qur’an atau Hadits yang menggunakan bentuk jamak
untuk beberapa perbuatan rabb, seperti “لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي
كَبَدٍ” atau “لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ”. Kata
“خَلَقْنَا” (Kami telah menciptakan) mengisyaratkan bentuk jamak subyek
suatu perbuatan.
Jika kita teliti dengan seksama, maka secara
aqidah pernyataan ini tidak bertentangan dengan aqidah tauhid. Allah
menggunakan bentuk jamak dalam beberapa perbuatan-Nya di dalam
Al-Qur’an, karena tindakan tersebut secara proses diwakilkan kepada
tentara dan pembantu Allah, yaitu malaikat-Nya yang telah diberikan
tugas khusus. Malaikat akan melakukan apa saja sesuai perintah Allah,
“Wa yaf’aluuna maa yu-maruun”.
Dalam proses penciptaan manusia,
seperti disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa tiap fase penciptaan 40
harian itu, Allah mewakilkannya kepada malaikat untuk menyempurnakan
proses, hingga pada 40 hari yang ketiga Allah mengutus malaikat yang
akan meniupkan ruh ke dalam jasad manusia dan mencatat empat ketetapan
Allah dari Lauhil Mahfuzh, ketetapan rezki, amal perbuatan, usia dan
nasibnya di akhirat. Dengan demikian, maka ungkapan khalaqnaa sangat
tepat untuk menunjukkan bahwa dalam proses penciptaan manusia, Allah
kuasa untuk mewakilkannya kepada malaikat-Nya. Itulah kekuasaan Allah.
Allah mampu menciptakan manusia tanpa diwakilkan dan mampu pula
menciptakan manusia melalui perwakilan-Nya. Sungguh Allah Maha Berkuasa
dalam segala sesuatu.
Hadits ini juga membuktikan akan kebenaran
ajaran Islam, karena sebelum dunia kedokteran mengetahui proses
penciptaan manusia, Allah telah mengabarkan manusia melalui lisan nabi
Muhammad saw.
Pelajaran Kedua; Manusia tidak tahu apa-apa dengan
nasib orang lain. Ada yang sejak muda hingga dewasa dikenal masyarakat
sebagai orang baik, orang shalih, ternyata di sisi Allah dia termasuk
penghuni neraka. Ia menutup usianya dengan perbuatan penghuni neraka
hingga ia termasuk penghuni neraka.
Ungkapan فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا dan فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَيَدْخُلُهَا disebutkan dalam riwayat lain dengan ungkapan فَيُختَمُ
بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا (kemudian ia tutup dengan
perbuatan penghuni neraka dan ia masuk ke dalam neraka) menunjukkan
bahwa kebaikan itu akan kekal dengan keikhlasan, sebagaimana pahala amal
shalih akan langgeng, tidak berkurang jika tetap dijaga keikhlasan,
sebelum berbuat, saat berbuat dan setelah berbuat.
Jika seseorang
hanya ikhlas ketika akan berbuat, maka belum ada jaminan pahala yang ia
dapatkan akan sempurna, karena bisa saja ia merusak keikhlasan itu
dengan riya, dengan kata-kata yang menyakiti orang lain yang kita bantu
atau lain perbuatan yang bisa merusak pahala amal.
Karena itulah
ada orang yang dikenal masyarakat sebagai orang baik, tetapi di sisi
Allah ia hanyalah orang yang mengharapkan pujian manusia.
Sebaliknya
ada juga orang yang sulit berbuat baik, karena lingkungan atau sebab
lain sehingga masyarakat memvonis dan memberi cap kepadanya sebagai
orang tidak baik atau orang jahat. Tetapi siapa yang tahu takdir orang,
kalau ternyata Allah justru telah menetapkan dia sebagai penghuni surga,
maka ia pasti akan menemukan saat dan tempat yang tepat untuk bertobat
dan berbuat baik hingga Allah menjemput ajalnya.
Kekuasaan Allah
tidak sama dengan kuasanya manusia, maka takdir dan ketetapan Allah itu
adalah salah satu bukti kekuasaan Allah seperti yang ditegaskan oleh
Imam Ahmad ketika salah seorang muridnya bertanya kepadanya tentang
takdir dan beliau menjawab bahwa takdir itu adalah bukti kekuasaan
Allah.
Jika manusia mengetahui sesuatu setelah kejadian, maka
Allah Maha Mengetahui tentang segala kejadian. Sebelum, saat dan setelah
kejadian Allah Maha Mengetahui. Pengetahuan Allah tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu. Kekuasaan Allah tidak dibatasi oleh dimensi apapun.
Berbeda dengan manusia yang serba terbatas. Dibatasi dimensi waktu,
sehingga kejadian esok tidaklah diketahuinya kecuali ketika saatnya
tiba. Manusia juga dibatasi oleh dimensi ruang, kejadian di Jakarta
tidak akan diketahuinya ketika ia berada tidak pada tempat kejadian.
Atau kalau sekarang dunia sudah modern, maka masih banyak lagi kejadian
yang berdimensi ruang dan waktu yang tidak diketahui oleh manusia.
Itulah keterbatasan manusia.
Allah berbeda dengan makhluk-Nya.
Allah Maha Berkuasa. Kuasa menetapkan, kuasa membagi penghuni surga dan
penghuni neraka. Semua makhluk adalah milik Allah. Dia tidak akan
ditanya atas segala tindakan-Nya. Manusialah yang akan ditanya segala
perbuatannya di sisi Allah. Meskipun Allah tidak akan ditanya segala
perbuatannya, tetapi Allah sangat menepati segala janji-Nya. Allah
berjanji akan memasukkan orang yang berbuat baik dan beramal shalih ke
dalam surga. Allah berjanji akan mengampuni orang yang bertobat sebelum
ajal sampai di tenggorokan. Allah akan menyiksa orang yang berbuat dosa,
meskipun Allah juga bisa mengampuni mereka dan memasukkannya ke dalam
surga.
Pelajaran Ketiga; Hal penting yang perlu ditekankan dan
ditegaskan adalah perkara rezki. Allah berjanji akan memberikan rezki
kepada siapa saja makhluk-Nya di muka bumi. Dalam surat Hud ayat 6
disebutkan, “Wamaa min daabbatin fil ardhi illaa ‘alallaahi rizquhaa wa
ya’lamu mustaqqahaa wamustauda’ahaa” (Dan tidak ada makhluk hidup di
muka bumi ini, kecuali Allah yang akan memberikan rezkinya. Dan Dia
mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya).
Kalau
kita cermati, kita tidak akan cepat menyalahkan takdir atau menyalahkan
Allah, ketika kita disempitkan rezki oleh Allah. Pemberian rezki
bukanlah ukuran sayangnya Allah kepada manusia, karena semua makhluk
pasti akan diberikan rezki. Kita tidak boleh berbangga dengan limpahan
rezki dan tidak boleh berkecil hati dengan rezki yang pas-pasan. Tiap
manusia mempunyai jatah rezki yang berbeda dengan jatah orang lain.
Orang
lain tidak akan bisa merebut rezki orang lain. Inilah ungkapan puncak
ma’rifah kepada kekuasaan Allah seperti yang diungkapkan oleh Imam Hasan
Al-Bashri ketika ditanya oleh muridnya, “Wahai guruku, apa rahasia
zuhud baginda?” Kemudian Syeikh memberikan 4 rahasia dan salah satu
rahasianya adalah ‘alimtu anna rezqii laa ya-khudz ghairii fatma-annat
qalbii (aku tahu bahwa rezkiku tidak akan diambil oleh orang lain, maka
hatiku menjadi tenang).
Ketenangan mengarungi kehidupan adalah
modal untuk sampai kepada tujuan. Hati yang tenang akan banyak
menyelesaikan permasalahan. Ketenangan tidak akan datang dengan sendiri.
Ketenangan adalah puncak dari keimanan dan ingat kepada Allah. Iman
yang didasari ma’rifah dan ingat akan kehambaannya di sisi Allah Taala.
Ingatlah bahwa hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang. Wallahu a’lam
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/hidup-dan-keimanan/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar