Oleh: Ulis Tofa, Lc
dakwatuna.com – “Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan
diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat
penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara
api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.
Ungkapan itu
juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat
pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar
sebagai pemenang. HR. Bukhari.
“(yaitu) orang-orang (yang
mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu
justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah
menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali
Imran: 173
Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa
jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan.
Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan,
isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah
hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk
Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang
mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.
Rasulullah
saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan
taujihat Robbaniyyah –arahan Allah swt- agar menguatkan keimanan,
kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan
Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan
kerja, dan sabar dalam perjuangan.
Berikut
taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad
saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:
”Hai
orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!.
Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa
tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.
Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah
swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya
mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik
dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan,
penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah,
maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt
sungguh tiada ada artinya.
Pengagungan Allah swt dalam qalbu,
lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi
Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga
inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka:
Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits
menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan
pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di
saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat
adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang
hajat.
Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.
Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.
Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam
upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan
hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh
seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya
akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua
tentaranya.
Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah
mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir.
Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik
tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.
Hati
senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit
hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang
paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan
makhluk-Nya.
“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu
kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak
itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah :
25-26).
Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah
swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat.
Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan
ma’iyyatullah.
Allah swt hanya akan turut campur kepada orang
beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat
dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa,
maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih
canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara
hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.
Ada
kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum
muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera
mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi?
Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah
dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima
mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya
melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera
memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh
pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena
melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu,
dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk
menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur
pasukannya.
Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.
Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup
seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk
umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari
keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih
mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang
mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di
dunia dan di akhirat kelak.
Menarik disini seruan Allah swt dalam
bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”.
”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”.
Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa
mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa
dan juga tidak meremehkan andil orang lain.
Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.
Ketika
Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang
mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung
memberi kabar gembira kepada mereka:
صبرا ال ياسر فإن موعدكم الجنة””
“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”
Sabar
dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide,
solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan
sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti
pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.
Dengan
bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua
masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan,
pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus
berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.
Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.
Allahu A’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/agungkan-allah-semua-jadi-kecil/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar