Oleh: Rikza Maulan, M.Ag
dakwatuna.com
– Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari r.a. berkata, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.
Alhamdulillah itu memberatkan timbangan. Subhanallah dan Alhamdulillah
keduanya memenuhi ruang antara langit dan bumi. Shalat itu adalah
cahaya, shadaqah itu adalah burhan (bukti/petunjuk). Kesabaran adalah
cahaya. Al-Qur’an adalah hujjah (bukti) untuk membelamu atau
menentangmu. Setiap manusia bekerja, maka ada yang menjual dirinya
dengan bekerja berat untuk keselamatannya atau kehancurannya.” (HR.
Muslim)
Takhrij Hadits
Hadits ini (sebagaimana teks hadits di atas, riwayat Imam Muslim)
melalui jalur Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari dari Abu Sallam
dan Zaid, diriwayatkan oleh:
• Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Thaharah, Bab Fadhl Al-Wudhu’, hadits no. 328.
• Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Da’awat ‘Anir Rasul, Bab Minhu, hadits no. 3439, dengan sanad serupa.
• Imam Nasa’i dalam Sunannya, Kitab Al-Zakat, Bab Wujub Al-Zakat, hadits no. 2394, dengan sanad serupa.
• Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, dalam dua tempat yaitu pada
Baqi Musnad Al-Anshar, Hadits Abi Malik Al-Anshari, hadits no 21828 dan
no 21834, keduanya dengan sanad serupa.
• Imam Al-Darimi dalam Sunannya, Kitab Al-Thaharah, Bab Ma Ja’a Fi Al-Thahur, hadits no. 651, dengan sanad serupa.
Gambaran Tentang Hadits
Hadits di atas memberikan gambaran kepada kita, betapa sesungguhnya
“peluang” dan kesempatan untuk melakukan amal kebaikan begitu terbuka
lebar. Hadits dibuka dengan ungkapan Rasulullah saw. ; “Kebersihan
adalah bagian dari iman”. Yaitu bahwa Islam merupakan Diin yang membawa
manusia pada hakekat kesucian. Baik kesucian yang bersifat lahiriyah
seperti wudhu dan mandi, ataupun kesucian yang sifatnya ma’nawiyah,
seperti kesucian hati dan jiwa. Ini semua artinya bahwa Islam ditegakkan
atas prinsip kesucian. Segala sesuatu harus dimulai dari kesucian, baik
kesucian niat maupun kesucian fisik dan pakaian, seperti shalat,
membaca Al-Qur’an dsb. Kemudian Rasulullah saw. menjelaskan bahwa segala
amal kebaikan adalah shadaqah. Mengucapkan alhamdulillah, subhanallah,
shalat, shadaqah, kesabaran, membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
Masing-masing dari kebaikan tersebut memiliki nilai luhur yang mulia,
meskipun merupakan hal-hal sesungguhnya sangat sederhana.
Namun pada akhirnya, manusia sendirilah yang akan menentukan arah dan
tujuan hidupnya. Rasulullah saw. mengatakan, “Setiap manusia itu
bekerja, maka ada yang menjual dirinya dengan bekerja berat untuk
keselamatannya atau kecelakaannya.” Artinya, ada manusia yang menjual
dirinya kepada Allah swt. dengan melakukan segala ketaatan, dan oleh
karenanya ia membebaskan dirinya dari azab api neraka. Namun ada juga
yang menjual dirinya kepada syaitan, dengan berlaku sebaliknya;
senantiasa bergelimang dengan kemaksiatan, maka ia telah menghancurkan
dirinya dan menjerumuskannya ke dalam api neraka.
Kebersihan Adalah Setengah Dari Iman
Dalam Syarah Muslimnya, Imam Nawawi mengemukakan bahwa di antara makna ‘kebersihan bagian dari iman’, adalah :
1. Bahwa pahala dalam bersuci dapat berlipat pahalanya sampai setengahnya pahala keimanan.
2. Bahwa ‘keimanan’ akan menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan seseorang
sebelumnya, demikian juga dengan wudhu. Karena wudhu tidak sah
dilaksanakan tanpa iman…
Hikmah yang dapat dipetik dari keharusan adanya proses ‘thaharah’ ini
adalah bahwa seluruh ibadah yang dilakukan oleh setiap hamba Allah
adalah bertujuan untuk ‘mensucikan’ pelakunya sendiri dari karat-karat
dan noda kehidupan dunia. (QS. Al-Maidah: 6)
Hikmah lain adalah, bahwa sesungguhnya Allah swt. sendiri sangat
mencintai orang-orang yang senantiasa bersuci (QS. Al-Baqarah: 222),
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai
orang-orang yang senantiasa mensucikan diri.”
Karena dengan bersuci, dosa-dosa seseorang akan diampuni oleh Allah
swt.. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Utsman bin
Affan r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang
berwudhu kemudian ia menyempurnakan wudhu’nya, maka akan keluar
dosa-dosa dari jasadnya, hingga keluar (dosa-dosanya tersebut) dari
bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim)
Fadhilah Subhanallah Dan Alhamdulillah
Hadits di atas menggambarkan bahwa “Alhamdulillah” memberatkan
timbangan. Bahkan Rasulullah saw. mengulanginya lagi dengan mengatakan
bahwa fadhilah, “subhanallah” dan “Alhamdulillah” adalah akan memenuhi
ruang antara langit dan bumi. Dalam hadits lain, Rasulullah saw.
menguatkan fadhilah”dzikir” ini dengan mengatakan : Dari Abu Hurairah ra
berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ada dua kalimat yang ringan
diucapkan lisan namun berat di atas timbangan dan disukai oleh Allah
yang Maha Rahman, yaitu “subhanallah wa bihamdihi” dan “subhanallahil
adzim”. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Hurairah ra
berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bertasbih
seratus kali pada setiap selesai shalat, dan bertahlil seratus kali,
maka akan diampuni dosa-dosanya meskipun dosa-dosanya tersebut seumpama
buih di lautan. (HR. Nasa’i)
Urgensi Dzikrullah Dalam Kehidupan Muslim
Rasulullah saw. juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang
berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang
tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati: “Perumpamaan orang
yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah
seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah saw. juga mengumpamakannya dengan
rumah. Rumah orang yang berdzikir kepada Allah adalah rumah manusia
hidup, dan rumah orang yang tidak berdzikir adalah seperti rumah orang
mati, atau kuburan.
Seorang mu’min yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali kepada
Allah, akan sangat memerlukan porsi dzikrullah yang melebihi daripada
porsi seorang muslim biasa. Karena pada hakekatnya, ia ingin kembali
menghidupkan hati mereka yang telah mati. Namun bagaimana mungkin ia
dapat mengemban amanah tersebut, manakala hatinya sendiri redup
remang-remang, atau bahkan juga turut mati dan porak-poranda.
Dari sini dapat diambil satu kesimpulan bahwa tidak mungkin memisahkan
dzikir dengan hati. Karena pemisahan seperti ini pada hakekatnya sama
seperti pemisahan ruh dan jasad dalam diri insan. Seorang manusia sudah
bukan manusia lagi manakala ruhnya sudah hengkang dari jasadnya. Dengan
dzikir ini pulalah, Allah gambarkan dalam Al-Qur’an, bahwa hati dapat
menjadi tenang dan tentram (13:28)
Ketenangan hati juga berkaitan erat dengan kebersihan hati. Hati yang
tidak bersih, tidak dapat menjadikan diri insan menjadi tenang. Bahkan
penulis melihat bahwa kebersihan hatilah yang menjadi pondasi tegaknya
bangunan ketenangan hati. Dan disinilah dzikir dapat mengantisipasi hati
menjadi bersih, sebagaimana dzikir juga dapat menjadikan hati
menjaditenang. Dan ini pulalah letak urgensitas dzikir dalam hati
seorang da’i.
Adalah suatu hal yang teramat tabu bagi seorang da’i, meninggalkan
dzikir dalam setiap detik yang dilaluinya. Karena dzikir memiliki banyak
keistimewaan yang teramat penting guna menjadi bekalan da’wah yang akan
mereka lalui. Salah seorang salafuna saleh ada yang mengatakan,
“Lisan yang tidak berdzikir adalah seperti mata yang buta, seperti
telinga yang tuli dan seperti tangan yang lumpuh. Hati merupakan pintu
besar Allah yang senantiasa terbuka antara hamba dan Rabnya, selama
hamba tersebut tidak menguncinya sendiri.”
Adalah Syekh Hasan al-Basri, mengungkapkan dalam sebuah kata mutiara
yang sangat indah: “Raihlah keindahan dalam tiga hal; dalam shalat,
dalam dzikir dan dalam tilawatul Qur’an, dan kalian akan
mendapatkannya…. Jika tidak maka ketahuilah, bahwa pintu telah
tertutup.”
Inilah pentingnya dzikir bagi kebersihan hati seorang da’i. Dengan
dzikir, seorang hamba akan mampu menundukkan syaitan, sebagaimana
syaitan menundukkan manusia yang lupa dan lalai. Dengan dzikir pulalah,
amal shaleh menjadi hidup. Dan tanpa dzikir, amal shaleh seperti jasad
yang tidak memiliki ruh. Akankan aktifitas da’wah yang dilakukan da’i
menjadi seperti jasad tanpa ruh?
Shalat Adalah Cahaya
Shalat merupakan kewajiban seorang muslim dalam seluruh masa dari
kehidupannya, dan merupakan rukun Islam kedua. Dalam hadits di atas
Rasulullah saw. menggambarkan bahwa “shalat adalah cahaya”, Imam Nawawi
mengemukakan, bahwa terdapat beberapa makna mengenai hal ini :
• Bahwa shalat mencegah dari kemaksiatan, membentengi dari perbuatan
keji dan kemungkaran dan menunjukkan pada kebenaran, sebagaimana cahaya
menerangi jalannya.
• Bahwa pahala dari shalat itu akan menjadi cahaya bagi pelakunya pada hari kiamat kelak.
• Bahwa shalat itu akan menjadi cahaya yang terlihat terang pada wajah
pelakunya di hari kiamat, dan di duniapun seseorang yang shalat akan
terlihat pada wajahnya kecerahan, berbeda dengan orang-orang yang tidak
shalat.
Dalam Al-Qur’an Allah swt. Berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut:
45)
Shalat merupakan cahaya ma’nawi yang menerangi jalan hidayah dan
kebenaran sebagaimana cahaya menerangi jalan yang lurus dan akhlak yang
benar, dengannya seorang muslim akan menjadi orang yang berwibawa dan
terhormat di dunia dan wajahnya akan bersinar pada hari kiamat. Dalam
ayat lain, Allah mengatakan, “Cahaya mereka memancar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Shadaqah Adalah Burhan (Bukti/ Petunjuk)
Shadaqah merupakan ‘bukti’ dari ‘keimanan’ seseorang. Karena orang yang
beriman senantiasa akan menyisihkan sebagian hartanya untuk shadaqah fi
sabilillah. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah swt. Mengatakan, “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Ayat di atas menggambarkan bahwa seseorang tidak akan pernah mencapai
derajat ‘kebaikan’ hingga ia mau menginfakkan di jalan Allah, harta yang
paling dicintainya. Dan dari ayat tersebut, terlahir sebuah kisah,
bagaimana salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang bernama Abu Thalhah
ketika mendengar ayat ini beliau langsung pergi menemui Rasulullah
saw.. Beliau mengatakan bahwa harta yang paling dicintainya adalah
Bairaha, yaitu sebidang tanah yang berada persis di depan masjid nabawi.
Bahkan diriwayatkan Rasulullah saw. sangat menyukai untuk memasuki
tanahnya tersebut untuk meminum air dari mata air yang terdapat di
dalamnya. Beliau mengemukakan bahwa tanahya itu diinfakkan fi
sabilillah. Ketika itu Rasulullah saw. mengatakan, bahwa ini adalah
harta yang menguntungkan, ini adalah harta yang menguntungkan.
Disamping itu, Allah swt. juga menjanjikan kepada orang-orang yang mau
berinfak dengan balasan pahala yang demikian besar. Dalam Al-Qur’an
Allah swt. Mengatakan, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir:
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/samudra-kebaikan/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 07 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar