Kamis, 10 November 2011

Mengelola Konflik Keluarga Menjadi Daya Rekat (Bagian ke-1)

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

Kirim Print
dakwatuna.com – Hubungan sosial dan dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia. Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari suasana harmoni maupun disharmoni yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara baik sehingga apapun yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya. Seni pergaulan inilah sebenarnya substansi ajaran Nabi bahwa berjamaah, berkumpul, bersatu dan bermasyarakat itu dengan dilandasi kesabaran dalam arti luas lebih disukai daripada kepribadian kuper yang isolatif apalagi antisosial. Seni pergaulan untuk mengatasi berbagai perbedaan, perselisihan, kontradiksi, pluralitas, heterogenitas, dan berbagai variabel ketegangan hubungan membutuhkan manajemen konflik yang baik bagaikan sebuah sajian orkestra yang membutuhkan gerakan dan permainan bunyi yang harmonis dari berbagai instrumen yang kontradiktif sehingga menimbulkan suara yang merdu dan bukan bunyi yang fals yang memuakkan.

Konflik yang ada dalam pergaulan sosial dan kehidupan keluarga bagaikan garam yang menjadikan masakan lezat dalam kadarnya yang proporsional dan merupakan garam bagi bahtera rumah tangga yang membantu pelayaran kapal mengarungi samudera menuju cita-cita keluarga yang bahagia. Konflik tidak selalu negatif dan yang membuat konflik berdampak negatif adalah cara menyikapi dan memahaminya.

Manajemen konflik ini dimaksudkan untuk menjadikan variabel konflik menjadi kontrol dan bahan evaluasi, mencari cara untuk menekan ketegangan, meredam letupan maupun ledakan dan menghindari sebab-sebab pemicunya, mengatasi konflik yang timbul dengan memprioritaskan keutuhan dan persatuan demi maslahat dan kebaikan yang lebih luas dan panjang serta mengingat kebaikan yang ada (QS. Al-Baqarah:237). Di samping itu berusaha membangun sistem dan budaya komunikasi keluarga yang baik, lancar dan terbuka agar hubungan selalu harmonis.

Konflik dalam keluarga yang hampir menjadi perbincangan sehari-hari sebenarnya dapat dihindari paling tidak dapat diminimalisasi bisa setelah perkawinan masing-masing pasangan menjaga komitmen untuk selalu menjadikan perlakuan baik, sopan santun dan etika pergaulan dengan pasangan hidup menjadi perhatian utama, sebagaimana mencurahkan perhatian kepada kawan baru. Sebab bila pengantin muda mencurahkan perhatiannya sama banyak kepada pasangannya sebagaimana kepada kawan baru maka niscaya pasangan akan berhenti mengecam dan mencari kesalahan, bukankah suami istri itu sudah menjadi satu melebihi saudara yang di situ terdapat hak dan kewajiban ukhuwah. Samuel Vauclain direktur Baldwin Locomotive Work: “Anda bisa mendapatkan apa saja dari setiap orang asal Anda menghormati orang lain, dan menunjukkan bahwa Anda menghargai kecakapan-kecakapannya.” Shakespeare: “Bersikaplah seolah-olah Anda sudah mempunyai sikap baik itu, meskipun Anda belum mempunyainya.” (QS. An-Nisa:19, QS. Al-Hujurat:10-12)

Hilangnya etika pergaulan suami-istri dan sopan santun merupakan bibit kanker yang menggerogoti benih-benih rasa cinta dan simpati. Semua orang mengatakan hal ini, namun aneh sekali bahwa kita ini lebih sopan terhadap orang-orang lain daripada terhadap anggota keluarga sendiri. Bahkan ironisnya justru anggota-anggota keluarga kita sendiri yang paling dekat dan kita sayangi, kita berani dan sering menghina serta menyakitinya dengan mengecam kesalahan-kesalahan kecil mereka. Memang aneh tapi nyata bahwa sesungguhnya orang-orang yang paling kita hina dan sakiti hatinya biasanya adalah orang-orang terdekat yang tinggal serumah dengan kita sebab, seperti kata psikolog Prof. Henry James bahwa kita ini semua buta dan tidak peka terhadap perasaan-perasaan orang lain.

Sopan santun dan etika pergaulan keluarga dalam manajemen konflik keluarga adalah sangat vital sama pentingnya dengan minyak dalam mobil. Namun begitu banyak orang yang di benaknya sama sekali tidak punya pikiran untuk melemparkan hinaan dan hal-hal yang menyakitkan kepada rekan kerja atau pelanggan, dengan seenaknya membentak-bentak pasangan hidupnya. Padahal bagi kebahagiaan sendiri tentunya perkawinan adalah jauh lebih penting dan berarti daripada usaha ataupun karir kerjanya. Dan sulit dipahami mengapa seseorang tidak berusaha sama kerasnya mensukseskan perkawinannya, seperti ia berusaha mensukseskan usaha, karir dan perjuangan moral-sosialnya. Kita juga tidak habis pikir dan sulit memahami sikap para pasangan yang kurang diplomatis dalam berkomunikasi, apalagi bahwa perlakuan yang sopan dan manis sebenarnya jauh lebih murah dan menguntungkan daripada sebaliknya, yakni kasar dan kurang sopan.

Setiap orang tahu bahwa seseorang yang puas dan gembira akan bersedia melaksanakan apa saja dan mengalah dalam banyak hal. Demikian pula beberapa pujian dan penghargaan yang sederhana sudah cukup efektif meredam pemicu konflik serta mendorong untuk memberikan pelayanan dan perhatian balik yang sangat besar dengan biaya yang hemat. Selanjutnya setiap pasangan juga tahu bahwa ciuman di mata pasangannya dengan penuh kasih akan menutupinya untuk melihat kekurangan-kekurangannya, dan bahwa ciuman yang mesra di bibirnya akan membuat kata-katanya yang tajam dan pahit menjadi manis seperti madu. Pantaslah psikolog kondang Alfred Adler pernah mengatakan dalam bukunya Arti Hidup Ini Bagi Anda : “Siapa yang tak ada perhatian kepada sesamanya, tidak saja akan mengalami banyak sekali masalah dalam hidupnya sendiri, akan tetapi juga akan mendatangkan masalah bagi lingkungannya. Mereka itulah orang-orang yang gagal di dunia ini.” Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi SAW.: “Barang siapa yang tidak mempedulikan saudaranya muslim yang lain, maka ia keluar dari komunitas mereka.” Artinya orang yang egois akan berpotensi masalah dengan membentangkan jarak dan memicu konflik horizontal.

Ajaran Islam sangat mengecam konflik liar tanpa kendali yang mengakibatkan perpecahan. (QS Al-An’am: 65.Al An-aam:159.) Nabi saw selalu menyerukan kepada kehidupan berjamaah dan persatuan, mengecam sikap konfrontatif, disintegratif, perpecahan, serta mengajak ukhuwah dan mahabbah. Rasulullah saw bersabda:”tangan Allah bersama Jamaah”. “Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Barang siapa membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya.” “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya.” “Tidak boleh seorang muslim menghindari saudaranya di atas tiga hari. Keduanya bertemu kemudian saling menghindar. Orang yang paling baik di antara keduanya ialah yang memulai salam”.

“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, kemudian diberikan ampunan kepada setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali seseorang yang sedang bermusuhan; lalu dikatakan (kepada Malaikat):Tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur, tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur, tangguhkan kedua orang ini sampai keduanya akur.” “Tiga orang shalatnya tidak akan terangkat walaupun sejengkal di atas kepalanya: orang yang mengimami suatu kaum tetapi kaum itu belum datang tetapi kaum itu membencinya, wanita yang dibenci oleh suaminya dan dua saudara yang saling bermusuhan.”

Allah memang telah menciptakan manusia beraneka ragam kecenderungan, watak dan pembawaannya. Setiap orang mempunyai kepribadian, pemikiran dan tabiat tersendiri. Hal ini terlihat dari penampilan lahiriyahnya dan sikap mentalnya. Namun perbedaan ini hanyalah merupakan perbedaan yang bersifat variatif dan bukan perbedaan paradoksal yang bertentangan dan konfrontatif, melainkan ia merupakan kekayaan. Sebagaimana Allah menciptakan beraneka ragam tanaman dan buahnya walaupun disiram dengan air yang sama. Tabiat alam adalah memiliki beraneka bentuk, iklim dan warna. Namun perbedaan itu hanyalah sebagai perbedaan variatif saja dan tidak menimbulkan pertentangan antara satu dan yang lainnya. Oleh karenanya, konflik yang dikelola secara positif dan menjadi kekuatan dinamis, konstruktif, evaluatif, check and balance, dan kontrol merupakan keniscayaan sebagai rahmat yang Nabi saw tekankan sisi positifnya : “Perbedaan ummatku adalah rahmat”. Akan tetapi perbedaan pendapat atau konflik yang kontra produktif dan destruktif yang mengakibatkan perpecahan, perceraian dan permusuhan dicela dalam Islam. Konflik inilah yang sangat dikecam oleh Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. (QS. Ali Imran:103, 105, Al-Anfal:46)

Rumah tangga yang bahagia merupakan impian setiap manusia. Kadar kebahagiaan tersebut sangat dipengaruhi berbagai faktor di antaranya: Faktor pertama berhubungan dengan masalah ciri-ciri kepribadian, kondisi perasaan dan hubungan timbal balik antara individu dalam keluarga. Masalah ini merupakan faktor yang paling dominan. Faktor kedua, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan manajemen keuangan keluarga. Faktor ketiga berkaitan dengan pemikiran-pemikiran umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga. Terutama dalam usaha mencapai idealisasi luhur dan mewujudkan akhlaq dan agama yang luhur. Faktor keempat berhubungan dengan masalah sosial, hubungan eksternal keluarga, serta yang bersifat pemanfaatan waktu senggang atau hiburan.

Salah seorang sosiolog mengadakan penelitian tentang standar adaptasi suami-istri sebagai modal manajemen konflik rumah tangga untuk mencapai kebahagiaan suami-istri yaitu:

1. Rasa cinta suami-istri harus terpatri erat

2. suami-istri harus mau mengembangkan cara yang benar dan baik dalam bergaul, saling menolong, membantu serta berusaha menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan keretakan rumah tangga karena perbedaan pribadi.

3. suami-istri harus mau bekerja sama, mengenang memori bersama-sama, membangun benang kasih sayang dalam setiap kesempatan.

4. Suami-istri harus saling menjamin agar tercapai kepuasan masing-masing. Terutama dalam hubungan seks.

5. Suami-istri wajib berusaha bersungguh-sungguh memecahkan setiap problem rumah tangga yang muncul.

6. Suami-istri harus saling memberikan kebebasan mengekspresikan hal yang mungkin dilakukan. Bekerja untuk mengembangkan potensi yang dimiliki selama tidak bertentangan dan mengganggu kehidupan suami-istri dan keluarga. Masing-masing pihak harus berusaha saling mengenal dengan baik agar kesesuaian antara mereka dapat tercapai.

Lock berhasil menyimpulkan dalam penelitiannya yang berkenaan dengan masalah urgensi adaptasi suami istri untuk meredam konflik. Yaitu:

1. adaptasi merupakan faktor penting dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia.

2. Saling pengertian berlandaskan pada benih-benih cinta dan emosi. Serta tumbuhnya semangat dan keinginan untuk beraktivitas bersama. Juga rasa saling menghormati dan saling pengertian.

3. Adaptasi bertumpu pada kemampuan masing-masing pihak menerima perasaan dan merespon emosi pihak lain.

Dr. Zakaria Ibrahim mengkonfirmasikan bahwa kehidupan suami istri itu harus diisi dengan rasa kebersamaan, saling mengisi dan merasa senasib sepenanggungan. Suami istri hendaklah bersama-sama bersumpah untuk saling setia. Masing-masing harus merasa sebagai bagian yang lain. Ketulusan dalam berhubungan amat diperlukan. Perasaan, emosi, pemikiran dan tujuan kehidupan harus merupakan satu kesatuan yang utuh.

Dr. Dale Carnegie merumuskan enam cara untuk membangkitkan kebersamaan dan persatuan:

1. Memberikan perhatian, simpati dan empati yang tulus kepada orang lain

2. Memberikan senyuman yang jujur bagaikan mekarnya bunga di taman

3. Menyapa dengan panggilan yang menyejukkan hati

4. Menjadi pendengar yang baik dan doronglah orang lain untuk mengungkapkan isi hati dan mengalirkan gumpalan pikirannya

5. Berbicara mengenai hal-hal yang mengasyikkan orang lain

6. Berusaha membuat orang lain itu merasa bangga dan penting serta mengaguminya dengan ikhlas.

Kadangkala tidak dipungkiri bahwa suami istri memiliki pandangan yang berbeda dan salah satu harus dapat meyakinkan dan menjelaskan alasannya. Di antara metode komunikasi dan dialog yang sejuk serta meyakinkan orang lain adalah:

1. Satu-satunya cara yang benar dalam mengatasi konflik, jangan emosi dan bertengkar.

2. Hormatilah pendapat orang lain dan jangan cepat memvonisnya salah

3. Jika Anda yang salah cepat-cepat dengan kesatria mengakuinya dan mohon maaf secara ikhlas

4. Memulai segalanya dengan cara yang ramah tamah

5. Mencoba merubah orang dalam pendekatan persuasif bukan konfrontatif

6. Biarlah orang yang Anda hadapi itulah yang banyak berbicara

7. Biarlah dia mengira bahwa gagasan terpilih itu datangnya dari dia

8. Coba melihat persoalan melalui kacamata orang lain

9. Bersikaplah simpatik terhadap gagasan dan pemikiran orang lain

10. Sentuhlah perasaan orang lain dengan cara yang baik

11. Jelaskan maksud dan pikiran Anda dengan jelas dan menarik (QS. Fushilat:34)

– Bersambung


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/mengelola-konflik-keluarga-menjadi-daya-rekat-bagian-ke-1/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.