Senin, 17 Oktober 2011

Nabi Hud dan Kaumnya

Oleh: Ulis Tofa, Lc

Kirim Print
Kaum Nabi Hud a.s. dinamakan kaum Ad, sebutan ini diambil dari kabilah tertua dan terbesar di antara mereka. Mereka menempati di sebuah bukit-bukit pasir di antara Yaman dan Oman. Sepanjang waktu mereka hidup aman, damai, dan sejahtera. Allah swt. memberi nikmat yang melimpah, kebaikan yang banyak, dan sumber mata air memancar deras. Mereka bercocok tanam, menggarap kebun-kebun, dan membangun gedung-gedung yang kokoh sebagai tempat tinggal. Mereka dikaruniai fisik besar dan kuat. Mereka dikaruniai Allah sesuatu yang tidak diberikan kepada yang lainya di muka bumi ini.


Taklid Buta

Namun, mereka tidak memikirkan prinsip penciptaan ini. Mereka tidak berusaha mencari tahu sumber dari semua kenikmatan itu. Justru akal dan tabiat mereka menyimpang. Mereka menjadikan patung-patung sebagai tuhan, tempat sujud dan meminta. Ketika mereka mendapatkan kebaikan mereka berterimakasih kepada patung-patung tersebut, atau ketika mereka ditimpa keburukan mereka pun mengadu kepadanya.

Lebih dari itu, mereka berbuat kerusakan di muka bumi, yang kuat menghinakan yang lemah, yang tua memusuhi yang muda.

Akhirnya Allah swt. berkehendak –memberikan pelajaran kepada orang-orang kuat, meneguhkan orang-orang lemah, meluluhkan jiwa yang jahil, dan menghilangkan kebutaan mata hati mereka– dengan mengutus Rasul di tengah-tengah mereka, dari kalangan mereka, berbicara dengan bahasa mereka, berdialog dengan metoda mereka, mengarahkan kepada Dzat Pencipta, menjelaskan kesalahan ibadah mereka, sebagai ramat dan kemuliaan dari Allah swt. kepada mereka.

Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dan kalian hanyalah mengada-adakan saja.” (Huud: 50)

Hud berasal dari keturanan terbaik di antara mereka, berakhlak mulia, sangat santun, dan lapang dada, maka Allah swt memilihnya untuk menjadi pemegang amanah risalah-Nya dan penyeru dahwah-Nya, agar akal pikiran mereka terbuka dan terbebas dari kesesatan, serta jiwa yang kembali hanif.

Hud melaksanakan perintah dengan amanah, menjalankan risalah dengan penuh tanggung jawab. Hud bermujahadah dalam segala amal dakwahnya sebagaimana pelaku dakwah bermujahadah. Ia keluar berdakwah di tengah-tengah kaumnya, menjelaskan kemungkaran patung-patung dan tata cara peribadatan mereka.

Lupa Sejarah Pendahulu

Hud bertanya, “Wahai kaumku, apa itu batu-batu yang kalian ukir, kemudian kamu jadikan sebagai sesembahan? Apa madharat dan manfaatnya? Sekali-kali itu tidak membawa manfaat buat kalian, juga tidak dapat menolak bahaya dari kalian. Perbuatan itu hanya menistakan akal pikiran kalian dan menghinakan kehormatan kalian.

Wahai kaumku, ada Tuhan Esa yang berhak kalian sembah. Tuhan yang lebih layak kalian bersimpuh dihadapan-Nya. Dia-lah Dzat yang menciptakan kalian dan membagi jatah rezeki kalian. Dia-lah Dzat yang menghidupkan kalian, sekaligus mematikan kalian. Dia telah meneguhkan kehidupan kalian di muka bumi. Dia menumbuhkan tanaman untuk kalian. Dia mengaruniai kalian fisik yang kuat. Dia memberkahi binatang ternak kalian. Karena itu berimanlah kepada-Nya. Jangan sampai kalian menyimpang dari kebenaran, atau bersikap sombong terhadap-Nya, sehingga kalian akan ditimpa malapetaka sebagimana kaum Nabi Nuh a.s. sebelumnya. Padahal masa kalian dan masa kaum Nabi Nuh yang dihancurkan tidaklah terlalu jauh.”

”Hai kaumku, Aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (Huud: 51)

Hud menerangkan demikian dengan harapan seruannya sampai di relung jiwa mereka sehingga mereka mau beriman, atau membuka pikiran mereka sehingga mereka mau berpikir dan mendapatkan petunjuk. Akan tetapi ia melihat wajah-wajah gusar, tidak sedikit mata memerah ketika mendengar perkataan yang sebelumnya tidak pernah mereka dengar.

Penolakan Karena Kebodohan

Mereka menjawab: Apa yang kamu bawa dan kamu ajarkan, wahai Hud? Bagaimana kamu menghendaki kami menyembah Allah saja tanpa ada sekutu? Sesungguhnya kami menyembah patung-patung itu, agar patung-patung itu mendekatkan kami kepada-Nya, dan agar patung-patung itu memberi syafaat atas izin-Nya.

Hud menerangkan: Wahai kaumku, sesungguhnya Allah swt. Ahad, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan penyembahan terhadap-Nya saja merupakan ibadah yang paling mulia, paling inti dan puncaknya. Dia sangat dekat, tidaklah jauh. Dia lebih dekat dari kalian dibandingkan urat nadi kalian sendiri.

Adapun patung-patung yang kalian sembah dalam rangka untuk mendekatkan kepada-Nya, atau untuk memperoleh syafaat dari sisi-Nya tidak lain justru menjauhkan kalian dari-Nya, meskipun kalian menyangka kalian dekat. Perbuatan ini juga menunjukkan kalian jahil, pada waktu yang bersamaan kalian menyangka berpengetahuan.

Mereka berpaling seraya berkata: Kamu tidak lain hanyalah orang dungu dan tidak bersahabat. Kamu menjelekkan cara ibadah kami, kamu menghina kami atas apa yang telah kami warisi dari nenek moyang kami. Kamu ini siapa? Apa kedudukan kamu diantara kami? Kamu seperti kami juga, kamu makan sebagimana kami makan, kamu minum sebagaiman kami minum, kamu hidup layaknya kami hidup, tidak ada bedanya. Mengapa Allah mengkhususkan kamu membawa risalah-Nya? Dan memilih kamu untuk mengemban dakwah-Nya? Kami menyangka kamu tiada lain adalah pembohong.

Hud menjawab: Wahai kaumku, aku tidaklah dungu, tidak juga bodoh. Aku hidup ditengah-tengah kalian bertahun lamanya dan kalian tidak mengingkari diriku sedikit pun. Kalian tidak pernah mendapati aku berbuat aneh. Sehingga tidaklah mengherankan jika Allah swt memilih salah seorang dari kaum-Nya untuk mengemban risalah-Nya dan menyeru dakwah-Nya? Justru yang aneh jika Allah swt meninggalkan manusia dalam kondisi sia-sia tanpa ada seorang Rasul, dibiarkan tidak ada penyeru kebaikan dan pelaku kebenaran. Karena itu gunakanlah akal kalian untuk berfikir, memandang hakekat alam raya dengan penglihatan kalian, pasti kalian akan menyimpulkan bahwa Allah Ahad dalam segalanya: dalam sistem yang sangat menakjubkan ini, dalam penciptaan yang hebat ini, dalam cakrawala yang berputar ini, dan bintang yang berkelip:

Dalam segala sesuatu menunjukkan tanda

Bahwa Dia Dzat yang Esa

Maka berimanlah kepada-Nya, minta ampunlah kepada-Nya pasti Dia akan menurunkan hujan dengan deras, harta yang melimpah, fisik yang bertambah kuat.

Dan (Dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Huud: 53)

Ketahuilah bahwa setelah kalian mati, kalian akan dibangkitkan kembali. Barangsiapa melakukan kebaikan, maka kebaikan itu untuknya. Sebaliknya siapa mengerjakan keburukan, ia menanggung akibatnya. Maka merenunglah untuk kebaikan diri kalian. Persiapkan dunia kalian untuk kehidupan yang kekal abadi di akhirat kelak. Dan sungguh aku telah menjalankan tugas yang diamanahkan kepadaku, aku telah memberi peringatan yang jelas kepada kalian.

Mereka menjawab: Tidak diragukan lagi, bahwa salah satu tuhan kami telah merasuki dirimu, sehingga pikiranmu kacau. Kamu berbicara yang tidak ada kenyataannya kecuali hanya di angan-angan kamu belaka. Apa gunanya istighfar, toh kami mendapatkan hidup yang serba kecukupan. Apa itu kebangkitan setalah kematian, tidak mungkin kami dihidupkan lagi setelah tulang-tulang kami lebur menjadi tanah! Sungguh aneh kamu! Kehidupan ini hanyalah di dunia saja, kami mati dan hidup dan tidak ada yang menghancurkan kami kecuali masa.

”Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami Telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Huud menjawab: “Sesungguhnya Aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (Huud: 54)

Kemudian apa itu adzab yang kamu janjikan kepada kami? Kami tidak takut atas apa yang kamu ucapkan. Kami tidak meninggalkan peribadatan tuhan-tuhan kami. Datangkan apa yang kamu janjikan jika kamu orang yang benar.

Berdakwah Tanpa Kenal Lelah

Ketika sudah nyata penolakan dari mulut-mulut mereka, Hud bergumam: ”Saya bersaksi kepada Allah, bahwa saya telah menyampaikan risalah-Nya tanpa saya kurangi sedikit pun. Saya sudah bermujahadah dengan segenap kemampuanku dan aku sama sekali tidak mengabaikannya. Aku akan terus berdakwah dan terus berjihad, aku tidak peduli dengan tipu daya kalian. Aku tidak takut ancaman kalian. Aku bertawakal kepada Allah swt., Tuhan saya dan Tuhan kalian. Tidaklah setiap yang melata di muka bumi kecuali Dia yang menggenggamnya.

”Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.” (Huud : 57)

Hud tetap menyeru, sedangkan kaumnya terus berpaling. Sampai suatu ketika langit hitam pekat tanda segera hujan. Mereka menemui Hud seraya berkata: Mendung datang pertanda hujan akan segera turun.

Tidak! Jawab Hud tegas, mendung ini bukanlah mendung rahmat, akan tetapi ia membawa angin kehancuran, inilah yang kalian tantang ketika itu: angin pembawa adzab yang pedih.

Benar apa yang dikatakan Hud. Mereka melihat kendaraan dan binatang yang mereka gembalakan di padang sahara diterbangkan dan dilemparkan ke tempat yang sangat jauh. Sontak mereka takut, kalang kabut, melarikan diri, bersembunyi di rumah mereka. Mereka tutup rapat-rapat pintu rumah dengan harapan bisa selamat. Akan tetapi bala’ telah meluas dan khitab berlaku umum: yaitu jika angin menerbangkan kerikil sahara, selama tujuh malam dan delapan hari berturut-turut, hingga kaum itu bergelimpangan, laiknya ranting kering yang berjatuhan. Sejarah mereka terabadikan. Cerita mereka menjadi pelajaran.

”Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah. Sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Huud itu.” (Huud: 60)

Hud dan orang yang mengikutinya selamat di tempat-tempat mereka tinggal. Sekeliling mereka dihantam badai dan diterjang batu, namun mereka aman dan tenang di bawah lindungan Tuhannya, sampai angin kembali normal seperti semula.

”Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami. Dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (Huud: 58)

Semua tandus, seakan tiada kehidupan lagi. Nabi Hud a.s. pindah ke Hadramaut dan menghabiskan umurnya di sana.

Sungguh, banyak pelajaran berharga dari kisah Nabi Hud di atas bagi orang-orang yang berfikir. Allahu A’lam.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/nabi-hud-dan-kaumnya/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.