Senin, 17 Oktober 2011

Mengapa Kita Harus Bersatu

Oleh: DR. Amir Faishol Fath

Kirim Print
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran: 103)

Bersatu Mentaati Allah dan Rasul-Nya

Setelah memerintahkan untuk bertaqwa pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan umat Islam untuk bersatu dalam mentaati ajaran-Nya. Allah berfirman wa’tashimuu bihablillahi jamii’an artinya berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah. Maksud tali Allah di sini adalah ajaran-Nya berupa Al-Qur’an dan Sunnah (baca: Islam). Di sini nampak bahwa bersatu mentaati ajaran Allah adalah refleksi ketakwaan, dengan kata lain takwa tidak akan tercapai bila seseorang tidak bersungguh-sungguh bersatu seirama menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Perhatikan redaksi perintah pada kata wa’tashimuu, (bukan redaksi berita) mengapa? Ini menunjukkan pentingnya ajaran tersebut, bahwa umat Islam tidak akan pernah mencapai kejayaannya jika tidak satu barisan menegakkan ajaran Allah.

Kata hablullah artinya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Maka hanya dengan mengikuti Allah dan Rasul-Nya persatuan umat Islam akan tercapai. Apapun organisasinya, jika seseorang benar-benar memahami maksud risalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ia tidak akan membangun permusuhan, apalagi antar sesama umat Islam. Sebab persatuan adalah unsur utama bagi tegaknya alam semesta dan kehidupan di muka bumi. Perhatikan Allah menggambarkan kerapian ciptaannya di langit dan di bumi, “(Dialah Allah) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah” (Al-Mulk: 3-4). Ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun dari ciptaan Allah yang tidak bersinergi. Semuanya bersatu dalam satu sistem dan bergerak secara kompak sehingga darinya berlangsung kehidupan di muka bumi. Sungguh seandainya masing-masing wujud di alam ini tidak bersinergi, bisa dipastikan bahwa ia sudah musnah sejak ratusan yang silam.

Benar, persatuan adalah inti keberlangsungan hidup di muka bumi. Karenanya Allah memerintahkan agar manusia bersatu. Tetapi tidak ada persatuan yang kokoh kecuali dengan berpegang teguh kepada tali ajaran-Nya. Selain tali Allah pasti tali setan dan hawa nafsu. Maka segala bentuk perkumpulan yang tidak berpegang pada tali Allah adalah perkumpulan jahiliyah yang penuh permusuhan. Dari saking pentingnya hakikat persatuan di atas tali Allah, Allah swt. pada ayat berikutnya mempertegas kembali dengan berfirman, “Walaa tafarraquu” (dan jangan kau berpecah belah). Sebab hancurnya sebuah persatuan yang pernah ditegakkan, adalah karena perpecahan. Di sini Allah mengingatkan, agar umat Islam jangan hanya sibuk menggalang persatuan, tetapi di saat yang sama juga berusaha menjauhi perpecahan. Mengapa? Sebab ternyata dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak organisasi-organisasi umat Islam yang hanya sibuk mengajak persatuan dalam organisasinya sendiri, tetapi di saat yang sama menggalang perpecahan dengan organisasi yang lain. Ini suatu kenyataan yang naif. Sampai kapan kita akan terus sibuk berperang antar kita sendiri? Sementara orang-orang yang memusuhi Islam bersatu untuk menghancurkan umat Islam. Sebuah fakta membuktikan bahwa orang-orang Yahudi yang di luar Israel semuanya bekerja sama untuk membantu saudara-saudara mereka di Israel. Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar” (Al-Anfal: 73)

Bersatu Dalam Ikatan Ukhuwah

Lalu Allah berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. Ini menunjukkan bahwa semangat bersatu mentaati Allah harus tercermin dalam ikatan ukhuwah yang indah. Sebab persatuan tanpa ukhuwah pasti akan terus digerogoti permusuhan-permusuhan internal yang tidak pernah selesai. Perhatikan dalam ayat ini Allah mengingatkan akan nikmat yang mereka rasakan setelah bersatu dalam ketaatan kepada-Nya, di mana mereka dulu saling membunuh dan bermusuhan hanya karena membela kelompoknya masing-masing. Sejarah merekam bahwa antara suku Aus dan Khazraj –sebelum datangnya Islam- terjadi peperangan berkepanjangan. Dalam diri mereka menyala kebencian. Orang-orang Yahudi yang ada di sana memanfaatkan ruh permusuhan ini untuk kepentingan yang mereka inginkan. Tetapi setelah mereka bersatu dalam ikatan iman dan Islam yang kokoh, mereka benar-benar bersaudara, bahkan persaudaraan itu lebih indah dari persaudaraan dalam ikatan darah. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. setelah mempersaudarakan antara Abdur Rahman (dari kalangan Muhajirin) dan Saad bin Rabi’ (dari kalangan Anshar), Saad serta merta menawarkan kepada Abdur Rahman agar mengambil separuh dari kekayaannya, bahkan lebih dari itu, Saad menawarkan agar menikahi salah seorang dari kedua istrinya dan ia siap menceraikannya (lihat Shahih Bukhari Bab ikhaa’ Nabi 1/553).

Dari sini nampak bahwa ciri utama seseorang setelah beriman dan ber-Islam adalah bersaudara (baca: ukhuwah). Dalam surat Al-Hujurat ayat 10 Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Perhatikan kalimat “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara” (innamal mu’minuuna ikhwatun), kata innamaa menunjukkan makna definitif, artinya setiap orang yang beriman pasti bersaudara, jika tidak maka imannya dipertanyakan. Dengan demikian iman berdasarkan ayat tersebut identik dengan persaudaraan. Karenanya dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan”. Di sini jelas bahwa pada saat mereka tidak punya iman, permusuhan adalah ciri utama kehidupan mereka. Sebaliknya setelah iman masuk ke dalam diri mereka, mereka bersatu dalam persaudaraan.

Lalu Allah berfirman, “Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya”. Ini menunjukkan bahwa ketika mereka saling bermusuhan, mereka sebenarnya sedang berjalan menuju neraka. Mengapa, sebab ketika seorang mukmin memusuhi orang mukmin yang lain, berarti ia telah menghancurkan nilai persaudaraan yang sebenarnya harus ia capai dengan kualitas keimanannya. Setelah persaudaraannya hancur otomatis keimanannya pun hancur. Dan ketika imannya hancur berarti ia telah menyiapkan dirinya jadi bahan bakar neraka. Di sinilah logika ayat mengapa Allah setelah menggambarkan kondisi mereka dulu di zaman jahiliah di mana mereka dalam permusuhan, mereka sebenarnya sedang berada di tepi jurang neraka dan hampir jatuh ke dalamnya. Untungnya setelah itu mereka beriman, maka dengan iman tersebut mereka lalu bersatu. Dan karenanya mereka selamat, tidak terjatuh ke dalam neraka.

Perhatikan betapa yang harus kita capai setelah beriman adalah bagaimana kita harus bersatu dan bersinergi. Apapun bendera organisasi kita, sepanjang perbedaan yang ada masih di wilayah fiqih, atau mutaghayyiraat, itu adalah perbedaan yang tidak akan pernah bisa dihindari. Sebab para sahabat pun berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu yang berkenaan dengan masalah fiqh dan ijtihad, tetapi mereka tetap bersatu. Jadi ayat di atas bukan dalil atas haramnya perbedaan pendapat dalam wilayah fiqih, melainkan ia merupakan dalil atas haramnya perpecahan dan permusuhan antar umat Islam hanya karena dorongan hawa nafsu dan fanatisme golongan semata. Dengan kata lain ketika sekelompok umat Islam memusuhi sekelompok yang lain hanya karena fanatisme golongan, dan perbedaan fiqih, tidak mustahil dari permusuhan ini akan menghantarkan pelakunya kepada jurang neraka, seperti yang Allah gambarkan dalam ayat di atas.

Bersatu Di bawah Naungan Hidayah

Lalu Allah berfirman, “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. Artinya bahwa ketika suatu kaum benar-benar bersatu menegakkan ajaran Allah, dan mereka benar-benar bersaudara di antara mereka, maka mereka telah berada dalam petunjuk Allah (la’allakum tahtaduun). Jika tidak berarti mereka kembali ke masa jahiliyah yang penuh permusuhan dan perpecahan. Karenanya maksud mengikuti hidayah (petunjuk) dalam Islam, itu bukan hanya semata seseorang menjalani ibadah ritual secara harfiyah, melainkan lebih dari itu ia harus bersaudara dan membangun persatuan.

Sayangnya, yang sering kali terjadi di kalangan umat Islam, persatuan selalu dikorbankan hanya demi perbedaan fiqih dalam ibadah ritual. Ada sekelompok umat Islam memusuhi sekelompok umat Islam yang lain hanya karena satunya shalat tarawih sebelas rakaat dan satunya lagi dua puluh tiga rakaat. Sebagian lagi memusuhi saudaranya hanya karena satunya berhari raya berdasarkan hisab, dan satunya berhari raya berdasarkan ru’yah. Padahal masing-masing sama-sama mempunyai dalil yang kuat. Artinya seandainya masing-masing segera menyadari bahwa itu adalah wilayah fiqih, lalu mereka bersepakat untuk menentukan sikap yang membangun persatuan, itu sungguh lebih baik dan lebih tepat secara syariah. Sebab mempertahankan persatuan adalah wajib, sementara shalat tarawih atau pun shalat hari raya hanyalah sunnah. Artinya seandainya mereka tidak shalat tarawih atau tidak shalat hari raya pun tidak apa-apa, ketimbang mereka malah saling bermusuhan hanya karena masalah yang sunnah tersebut. Inilah rahasia mengapa Allah menutup ayatnya dengan kalimat “la’allakum tahtaduun”, sebab hanya dengan mempertahankan persatuan di atas ajaran Allah, dan menegakkan persaudaraan sesama iman, seseorang akan merasakan lezatnya hidayah Allah. Wallahu a’lam


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/mengapa-kita-harus-bersatu/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.