Senin, 17 Oktober 2011

Membulatkan Tekad

Oleh: Samin Barkah, Lc

Kirim Print
dakwatuna.com – Dari Tsauban bin Bajdad, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih aliran sungai. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad)

Tentang Hadits

Hadits di atas berbunyi:

عَنْ ثَوْبَانَ بن بَجْدَد قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ahmad bin Hanbal. Hadits ini adalah hadits shahih, marfu dari Rasulullah saw.

Hadits ini menggambarkan ramalan Rasulullah saw bahwa nanti pada suatu saat umat Islam akan menjadi bulan-bulanan bangsa-bangsa di dunia. Dari hadits di atas tergambar bahwa tidak ada seorang pun sahabat yang menyangkal apa yang dikatakan Rasulullah. Mereka justru menanyakan lebih lanjut perihal kondisi umat Islam yang pada suatu masa, mereka tidak lagi dipandang, tetapi menjadi obyek pelecehan dan tindak kebrutalan. Bukan karena jumlah umat Islam yang sedikit, tetapi karena pada hati mereka telah bersarang suatu penyakit, yaitu penyakit wahn. Jika dilihat dari jumlah, maka justru umat Islam adalah umat yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan umat-umat lain. Tetapi seperti peribaratan Rasulullah saw bahwa pada saat itu jumlah umat Islam yang banyak tidak mempunyai arti apa-apa jika mereka tidak punya bobot. Mereka seperti buih air yang tidak mempunyai arus, bahkan justru buih itu ikut ke mana arus bergerak.

Penjelasan Hadits

Ramalan Rasulullah saw itu telah menjadi kenyataan, terutama setelah umat Islam tidak lagi memiliki induk. Ketika umat Islam tidak memiliki kekhilafahan, karena dihancurkan oleh musuh-musuhnya melalui putra negeri Islam sendiri, Mustafa Kemal Attaturk. Kondisi umat Islam sebagai umat yang pernah memiliki peradaban dunia yang bertahan sekian abad telah hancur berkeping-keping. Kepingan peradaban dan kekuatan umat Islam itu kini tidak lagi menjadi perhitungan musuh-musuhnya, bahkan mereka kadang bisa diadu domba antara satu negeri Islam dengan negeri Islam lainnya.Runtuhnya kekhilafahan Islam bukanlah awal dari kemunduran umat Islam. Jauh sebelum itu umat Islam sudah menunjukkan kemundurannya dan puncak kemunduran umat Islam itu ditandai dengan ketidakmampuan umat ini mempertahankan eksistensi khilafah islamiyah. Penyakit itu seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw adalah penyakit wahn. Wahn adalah penyakit hati. Penyakit mental yang munculnya tidak tiba-tiba, sebagaimana juga bahwa untuk mengobati penyakit ini tidak bisa sim salabim, instan, langsung sembuh dan mentalnya berubah.

Penyakit ini berawal dari perilaku para pejabat negara Islam atau dikenal dengan pejabat kalangan istana. Dalam sejarah kita bisa dapati bahwa awal tindak kezhaliman itu berawal dari pejabat istana atau pejabat negeri Islam yang kemudian menular ke bawahan. Lambat laun menjadi penyakit umat dan bangsa. Diawali dari penyakit afrad yang hanya menghinggapi beberapa oknum pejabat, kemudian ketika penyakit itu menjadi wabah, maka akhirnya mereka tidak lagi menganggap itu adalah penyakit. Orang akan bingung ketika melihat kenyataan ini, dari mana kita harus mulai mengobatinya. Penyakit yang menjadi kompleks karena sudah menjadi tradisi dan adat, bahkan mungkin sudah menjadi norma yang harus diakui dan diterima.

إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d: 11)

Benar bahwa Allah menjanjikan bahwa umat Islam akan dimenangkan Allah atas musuh-musuhnya.

Jika Allah menolong kalian, maka tidak ada yang dapat mengalahkan kalian; jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran: 160)

Tetapi pertolongan Allah itu hanya Allah berikan kepada umat yang benar-benar membela agamanya. Ketika umat ini tidak lagi Allah menangkan atas musuh-musuhnya, itu karena mereka tidak sungguh-sungguh membela agama Allah sehingga musuh-musuh umat ini dicabut rasa takutnya sebagaimana kondisi saat ini.

Negeri-negeri Islam sekarang menjadi santapan negara besar untuk dikuras semua isinya dan diracuni penduduknya dengan peradaban mereka. Tujuan dari serangan mereka adalah mencetak putra negeri menjadi kader yang menyebarkan peradaban mereka hingga Islam dan umatnya menjadi semakin jauh.

Kemunduran umat ini adalah karena mereka cinta kepada dunia, cinta jabatan, cinta harta, cinta kedudukan dan cinta kesenangan. Mereka tidak mau merasakan pedih dan menderitanya di dunia, mempertahankan prinsip dan akhlaq Islam. Semakin cinta umat ini kepada dunia, maka semakin takut mereka menyambut kematiannya. Kematian telah mereka hilangkan dalam kamus kehidupan mereka. Bukan hanya takut kepada kematian, mereka tidak mau membicarakan masalah kematian, padahal Rasulullah saw bersabda, “Cukuplah kematian itu menjadi pelajaran.”

Modal Untuk Bangkit

Kemunduran umat Islam lebih besar disebabkan oleh faktor internal sebelum faktor eksternal dari musuh-musuhnya yang memang ingin mengalahkannya. Mereka menunggu saat-saat kelemahan mental umat ini.

Sebagaimana dalam surat Ar-Ra’d Allah menyebutkan bahwa Allah tidak akan merubah kondisi umat Islam sebelum mental dan iman umat ini berubah. Jarak masa antara kejayaan umat Islam dengan keruntuhan dan kehancurannya adalah sekian abad, maka untuk menyembuhkan penyakit mental ini, kita memerlukan stamina yang kuat untuk mengobati mental ini agar menjadi kuat.

Dalam risalah “Ila Ayyi Syaiin Nad’un Naas”, Imam Syahid Hasan Al-Banna menyebutkan suatu formula jeli yang mengingatkan kita akan kondisi dan keinginan untuk membangkitkan umat yang telah lama terlelap.

Sesungguhnya dalam pembentukan suatu umat, pembinaan rakyat, perealisasian suatu angan-angan dan memenangkan suatu prinsip diperlukan dari umat yang mau berusaha merealisirnya atau dari kelompok yang senantiasa menyerukan ini paling tidak “kekuatan jiwa yang besar” yang tercermin dari beberapa hal:

Pertama: Iradah qawiyah, keinginan yang kuat yang tidak disusupi satu kelemahan pun.
Kedua: Wafa tsabit, kesetiaan yang teguh yang tidak dihinggapi muka dua atau khianat.
Ketiga: Tadh-hiyah ‘azizah, pengorbanan yang besar yang tidak dikotori oleh pamrih atau kekikiran serta
Keempat: Ma’rifah bil mabda’ wa iman bihi wa taqdir lahu, mengenal dan meyakini prinsip (prinsip perubahan melalui gerakan pembinaan bangsa) serta dapat menakarnya yang dapat menyelamatkan kita dari kesalahan atau penyimpangan atau tertipu.

Bahwa kekuatan jiwa atau kekuatan mental dalam proses kembali kepada kebaikan umat ini adalah menjadi faktor yang utama mengingat upaya perbaikan dan perubahan mental tidak bisa hanya dilakukan sekian tahun atau satu generasi. Upaya ini harus terus dilakukan dan tidak boleh putus asa sampai penyakit wahn yang menimpa umat ini hilang.

Upaya ini menjadi lebih berat lagi karena segala kemajuan peradaban manusia bisa menjadi faktor percepatan keburukan yang sebenarnya juga dalam waktu yang bersamaan menjadi faktor percepatan proses perubahan. Faktor perkembangan peradaban manusia ini lebih didominasi pengefektifannya oleh propaganda barat dalam menyebarkan ideologinya dibanding umat Islam.

Di sinilah peran golongan yang sadar kondisi umat untuk mengajak seluruh komponen umat untuk sama-sama memberikan andil dalam proyek besar perbaikan mental umat.

Peran segelintir orang dari umat ini untuk menggerakkan dan mengadakan perubahan serta penyembuhan penyakit mental ini sangat besar. Allah telah mensinyalir dalam surat Ali Imran ayat 104 yang artinya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104)

Seperti disebutkan dalam kitab “Hal Nahnu Muslimun”, karya Muhammad Quthub, beliau menyebutkan bahwa proses kemunduran umat Islam itu telah berlangsung sekian abad, sejak masa Bani Abbasiyah sampai tahun 1924 ketika khilafah Islamiyah runtuh. Sekian lama penyakit wahn menggerogoti sampai akhirnya umat ini tumbang, maka proses perbaikan dan pembentukannya pun tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Kecuali semua faktor yang telah disebutkan Hasan Al-Banna bisa diwujudkan dalam diri umat Islam, maka bisa jadi hanya sekian puluh tahun atau satu abad saja kita bisa bangkit kembali.

Penutup

Semua berpulang kepada kita. Berpulang kepada umat Islam dunia. Semua faktor eksternal menjadi ringan jika unsur kekuatan dakhili, internal telah tumbuh dalam diri umat ini. Jika tiap muslim memberikan bobot pada dirinya dengan meningkatkan keimanan dan pemahamannya akan ajaran Islam, niscaya umat ini akan mempunyai arus yang bisa mempengaruhi umat dan bangsa lain. Semakin besar dan berat bobot tiap muslim, maka kualitas umat Islam akan semakin baik dan siap menghadapi tantangan zaman dan siap mengendalikan peradaban dunia untuk yang kedua kalinya.

Mari kita buktikan kepada dunia bahwa Islam masih menjadi mampu bangkit dari keterpurukkannya. Kita buktikan bahwa Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam. Kita buktikan bahwa Islam adalah peradaban maju yang siap mengadopsi semua sarana kemajuan teknologi zaman digit ini. Kita buktikan kepada Iblis dan tentaranya bahwa mereka hanya bisa menggoda sebagian orang yang dalam Islam memang menjadi sampah dan kendala kemajuan diberikan rahmat oleh Allah. Islam adalah rahmat Allah. Hanya orang yang tidak mengaku Islam yang masih menjadi teman setan. Orang Islam sepatutnya tidak lagi mengidap penyakit wahn, cinta dunia dan takut mati. Wallahu a’lam

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2006/membulatkan-tekad/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.