Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Di setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu.
Dari
Ibnu Mubarak dan Khalid bin Ma'dan, mereka berkata kepada Mu'adz bin
Jabal, "Mohon ceritakan kepada kami sebuah hadits yang telah Rasulullah
ajarkan kepadamu, yang telah dihafal olehmu dan selalu diingat-ingatnya
karena sangat kerasnya hadits tersebut dan sangat halus serta dalamnya
makna ungkapannya. Hadits manakah yang engkau anggap sebagai hadits
terpenting?"
Mu'adz menjawab, "Baiklah, akan aku ceritakan..."
Tiba-tiba Mu'adz menangis tersedu-sedu. Lama sekali tangisannya itu,
hingga beberapa saat kemudian baru terdiam. Beliau kemudian berkata,
"Emh, sungguh aku rindu sekali kepada Rasulullah. Ingin sekali aku
bersua kembali dengan beliau...". Kemudian Mu'adz melanjutkan:
Suatu
hari ketika aku menghadap Rasulullah Saw. yang suci, saat itu beliau
tengah menunggangi untanya. Nabi kemudian menyuruhku untuk turut naik
bersama beliau di belakangnya. Aku pun menaiki unta tersebut di belakang
beliau. Kemudian aku melihat Rasulullah menengadah ke langit dan
bersabda, "Segala kesyukuran hanyalah diperuntukkan bagi Allah yang
telah menetapkan kepada setiap ciptaan-Nya apa-apa yang Dia kehendaki.
Wahai Mu'adz....!
Labbaik, wahai penghulu para rasul....!
Akan
aku ceritakan kepadamu sebuah kisah, yang apabila engkau menjaganya
baik-baik, maka hal itu akan memberikan manfaat bagimu. Namun
sebaliknya, apabila engkau mengabaikannya, maka terputuslah hujjahmu di
sisi Allah Azza wa Jalla....!
Wahai Mu'adz...
Sesungguhnya
Allah Yang Maha Memberkati dan Mahatinggi telah menciptakan tujuh
malaikat sebelum Dia menciptakan petala langit dan bumi. Pada setiap
langit terdapat satu malaikat penjaga pintunya, dan menjadikan penjaga
dari tiap pintu tersebut satu malaikat yang kadarnya disesuaikan dengan
keagungan dari tiap tingkatan langitnya.
Suatu hari naiklah
malaikat Hafadzah dengan amalan seorang hamba yang amalan tersebut
memancarkan cahaya dan bersinar bagaikan matahari. Hingga sampailah
amalan tersebut ke langit dunia (as-samaa'I d-dunya) yaitu sampai ke
dalam jiwanya. Malaikat Hafadzah kemudian memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya.
Namun
tatkala sampai pada pintu langit pertama, tiba-tiba malaikat penjaga
pintu tersebut berkata, "Tamparlah wajah pemilik amal ini dengan
amalannya tersebut!! Aku adalah pemilik ghibah... Rabb Pemeliharaku
memerintahkan kepadaku untuk mencegah setiap hamba yang telah berbuat
ghibah di antara manusia -membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
orang lain yang apabila orang itu mengetahuinya, dia tidak suka
mendengarnya- untuk dapat melewati pintu langit pertama ini....!!"
Kemudian
keesokan harinya malaikat Hafadzah naik ke langit beserta amal shalih
seorang hamba lainnya. Amal tersebut bercahaya yang cahayanya terus
diperbanyak oleh Hafadzah dan disucikannya, hingga akhirnya dapat
menembus ke langit kedua. Namun malaikat penjaga pintu langit kedua
tiba-tiba berkata, "Berhenti kalian...! Tamparlah wajah pemilik amal
tersebut dengan amalannya itu! Sesungguhnya dia beramal namun dibalik
amalannya itu dia menginginkan penampilan duniawi belaka ('aradla
d-dunya).Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan
amalan si hamba yang berbuat itu melewati langit dua ini menuju langit
berikutnya!" Mendengar itu semua, para malaikat pun melaknati si hamba
tersebut hingga petang harinya.
Malaikat Hafadzah lainnya naik
bersama amalan sang hamba yang nampak indah, yang di dalamnya terdapat
shadaqah, shaum-shaumnya serta perbuatan baiknya yang melimpah. Malaikat
Hafadzah pun memperbanyak amal tersebut dan mensucikannya hingga
akhirnya dapat menembus langit pertama dan kedua. Namun ketika sampai di
pintu langit ketiga, tiba-tiba malaikat penjaga pintu langit tersebut
berkata, "Berhentilah kalian...! Tamparkanlah wajah pemilik amalan
tersebut dengan amalan-amalannya itu! Aku adalah penjaga al-Kibr (sifat
takabur). Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku untuk tidak
membiarkan amalannya melewatiku, karena selama ini dia selalu bertakabur
di hadapan manusia ketika berkumpul dalam setiap majelis pertemuan
mereka...."
Malaikat Hafadzah lainnya naik ke langit demi langit
dengan membawa amalan seorang hamba yang tampak berkilauan bagaikan
kerlip bintang gemintang dan planet. Suaranya tampak bergema dan
tasbihnya bergaung disebabkan oleh ibadah shaum, shalat, haji dan umrah,
hingga tampak menembus tiga langit
pertama dan sampai ke pintu
langit keempat. Namun malaikat penjaga pintu tersebut berkata,
"Berhentilah kalian...! Dan tamparkan dengan amalan-amalan tersebut ke
wajah pemiliknya..! Aku adalah malaikat penjaga sifat 'ujub (takjub akan
keadaan jiwanya sendiri). Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku agar
ridak membiarkan amalannya melewatiku hingga menembus langit sesudahku.
Dia selalu memasukkan unsur 'ujub di dalam jiwanya ketika melakukan
suatu perbuatan...!"
Malaikat Hafadzah lainnya naik bersama
amalan seorang hamba yang diiring bagaikan iringan pengantin wanita
menuju suaminya. Hingga sampailah amalan tersebut menembus langit kelima
dengan amalannya yang baik berupa jihad, haji dan umrah. Amalan
tersebut memiliki cahaya bagaikan sinar matahari.
Namun sesampainya
di pintu langit kelima tersebut, berkatalah sang malaikat penjaga pintu,
"Saya adalah pemilik sifat hasad (dengki). Dia telah berbuat dengki
kepada manusia ketika mereka diberi karunia oleh Allah. Dia marah
terhadap apa-apa yang telah Allah ridlai dalam ketetapan-Nya. Rabb
Pemeliharaku memerintahkan aku untuk tidak membiarkan amal tersebut
melewatiku menunju langit berikutnya...!"
Malaikat Hafadzah
lainnya naik dengan amalan seorang hamba berupa wudlu yang sempurna,
shalat yang banyak, shaum-shaumnya, haji dan umrah, hingga sampailah ke
langit yang keenam. Namun malaikat penjaga pintu langit keenam berkata,
'Saya adalah pemilik ar-rahmat (kasih sayang). Tamparkanlah amalan
si
hamba tersebut ke wajah pemilikinya. Dia tidak memilki sifat rahmaniah
sama sekali di hadapan manusia. Dia malah merasa senang ketika melihat
musibah menimpa hamba lainnya. Rabb Pemeliharaku memerintahkanku untuk
tidak membiarkan amalannya melewatiku menuju langit berikutnya...!'
Naiklah
malaikat Hafadzah lainnya bersama amalan seorang hamba berupa nafkah
yang berlimpah, shaum, shalat, jihad dan sifat wara' (berhati-hati dalam
bermal). Amalan tersebut bergemuruh bagaikan guntur dan bersinar
bagaikan bagaikan kilatan petir. Namun ketika sampai pada langit yang
ketujuh, berhentilah amalan tersebut di hadapan malaikat penjaga
pintunya. Malaikat itu berkata, 'Saya adalah pemilik sebutan
(adz-dzikru) atau sum'ah (mencintai kemasyhuran) di antara manusia.
Sesungguhnya pemilik amal ini
berbuat sesuatu karena menginginkan
sebutan kebaikan amal perbuatannya di dalam setiap pertemuan. Ingin
disanjung di antara kawan-kawannya dan mendapatkan kehormatan di antara
para pembesar. Rabb Pemeliharaku memerintahkan aku untuk tidak
membiarkan amalannya menembus melewati pintu langit ini menuju langit
sesudahnya. Dan setiap amal yang tidak diperuntukkan bagi Allah ta'ala
secara ikhlas, maka dia telah berbuat riya', dan Allah Azza wa Jalla
tidak menerima amalan seseorang yang diiringi dengan riya'
tersebut....!'
Dan malaikat Hafadzah lainnya naik beserta amalan
seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum demi shaum, haji, umrah,
akhlak yang berbuahkan hasanah, berdiam diri, berdzikir kepada Allah
Ta'ala, maka seluruh malaikat di tujuh langit tersebut beriringan
menyertainya hingga terputuslah seluruh hijab dalam menuju Allah
Subhanahu. Mereka berhenti di hadapan ar-Rabb yang Keagungan-Nya (sifat
Jalal-Nya) bertajalli. Dan para malaikat tersebut menyaksikan amal sang
hamba itu merupakan amal shalih yang diikhlaskannya hanya bagi Allah
Ta'ala.
Namun tanpa disangka Allah berfirman, 'Kalian adalah
malaikat Hafadzah yang menjaga amal-amal hamba-Ku, dan Aku adalah Sang
Pengawas, yang memiliki kemampuan dalam mengamati apa-apa yang ada di
dalam jiwanya. Sesungguhnya dengan amalannya itu, sebenarnya dia tidak
menginginkan Aku. Dia menginginkan selain Aku...! Dia tidak
mengikhlaskan amalannya bagi-Ku. Dan Aku Maha Mengetahui terhadap apa
yang dia inginkan dari amalannya tersebut. Laknatku bagi dia yang telah
menipu makhluk lainnya dan kalian semua, namun Aku sama sekali tidak
tertipu olehnya. Dan Aku adalah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib,
Yang memunculkan apa-apa yang tersimpan di dalam kalbu-kalbu. Tidak ada
satu pun di hadapan-Ku yang tersembunyi, dan tidak ada yang samar di
hadapan-Ku terhadap segala yang tersamar..... Pengetahuan-Ku terhadap
apa-apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku terhadap apa-apa
yang belum terjadi. Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah berlalu
sama dengan pengetahuan-Ku terhadap yang akan datang. Dan pengetahuan-Ku
terhadap segala sesuatu yang awal sebagaimana pengetahuan-Ku terhadap
segala yang akhir. Aku lebih mengetahui sesuatu yang rahasia dan
tersembunyi. Bagaimana mungkin hamba-Ku menipu-Ku dengan ilmunya.
Sesungguhnya dia hanyalah menipu para makhluk yang tidak memiliki
pengetahuan, dan Aku Maha Mengetahui segala yang ghaib. Baginya
laknat-Ku....!!
Mendengar itu semua maka berkatalah para malaikat
penjaga tujuh langit beserta tiga ribu pengiringnya, 'Wahai Rabb
Pemelihara kami, baginya laknat-Mu dan laknat kami. Dan berkatalah
seluruh petala langit, 'Laknat Allah baginya dan laknat mereka yang
melaknat buat sang hamba itu..!
Mendengar penuturan Rasulullah
Saw. sedemikian rupa, tiba-tiba menangislah Mu'adz Rahimahullah, dengan
isak tangisnya yang cukup keras...Lama baru terdiam kemudian dia berkata
dengan lirihnya, "Wahai Rasulullah......Bagaimana bisa aku selamat dari
apa-apa yang telah engkau ceritakan tadi...??"
Rasulullah bersabda, "Oleh karena itu wahai Mu'adz.....Ikutilah Nabimu di dalam sebuah keyakinan...".
Dengan
suara yang bergetar Mu'adz berkata, "Engkau adalah Rasul Allah, dan aku
hanyalah seorang Mu'adz bin Jabal....Bagaimana aku bisa selamat dan
lolos dari itu semua...??"
Nabi yang suci bersabda, "Baiklah
wahai Mu'adz, apabila engkau merasa kurang sempurna dalam melakukan
semua amalanmu itu, maka cegahlah lidahmu dari ucapan ghibah dan fitnah
terhadap sesama manusia, khususnya terhadap saudara-saudaramu yang
sama-sama memegang Alquran. Apabila engkau hendak berbuat ghibah atau
memfitnah orang lain, haruslah ingat kepada pertanggungjawaban jiwamu
sendiri, sebagaimana engkau telah mengetahui bahwa dalam jiwamu pun
penuh dengan aib-aib. Janganlah engkau mensucikan jiwamu dengan cara
menjelek-jelekkan orang lain. Jangan angkat derajat jiwamu dengan cara
menekan orang lain. Janganlah tenggelam di dalam memasuki urusan dunia
sehingga hal itu dapat melupakan urusan akhiratmu. Dan janganlah engkau
berbisik-bisik dengan seseorang, padahal di sebelahmu terdapat orang
lain yang tidak diikutsertakan. Jangan merasa dirimu agung dan terhormat
di hadapan manusia, karena hal itu akan membuat habis terputus nilai
kebaikan-kebaikanmu di dunia dan akhirat. Janganlah berbuat keji di
dalam majelis pertemuanmu sehingga akibatnya mereka akan menjauhimu
karena buruknya akhlakmu. Janganlah engkau ungkit-ungkit kebaikanmu di
hadapan orang lain. Janganlah engkau robek orang-orang dengan lidahmu
yang akibatnya engkau pun akan dirobek-robek oleh anjing-anjing
Jahannam, sebagaimana firman-Nya Ta'ala, "Demi yang merobek-robek dengan
merobek yang sebenar-benarnya..." (QS An-Naaziyat [79]: 2) Di neraka
itu, daging akan dirobek hingga mencapat tulang........
Mendengar
penuturan Nabi sedemikian itu, Mu'adz kembali bertanya dengan suaranya
yang semakin lirih, "Wahai Rasulullah, Siapa sebenarnya yang akan mampu
melakukan itu semua....??"
"Wahai Mu'adz...! Sebenarnya apa-apa
yang telah aku paparkan tadi dengan segala penjelasannya serta cara-cara
menghindari bahayanya itu semua akan sangat mudah bagi dia yang
dimudahkan oleh Allah Ta'ala.... Oleh karena itu cukuplah bagimu
mencintai sesama manusia, sebagaimana engkau mencintai jiwamu sendiri,
dan engkau membenci mereka sebagaimana jiwamu membencinya. Dengan itu
semua niscaya engkau akan mampu dan selamat dalam menempuhnya.....!!"
Khalid
bin Ma'dan kemudian berkata bahwa Mu'adz bin Jabal sangat sering
membaca hadits tersebut sebagaimana seringnya beliau membaca Alquran,
dan sering mempelajarinya serta menjaganya sebagaimana beliau
mempelajari dan menjaga Alquran di dalam majelis pertemuannya.
Al-Ghazali
Rahimahullah kemudian berkata, "Setelah kalian mendengar hadits yang
sedemikian luhur beritanya, sedemikian besar bahayanya, atsarnya yang
sungguh menggetarkan, serasa akan terbang bila hati mendengarnya serta
meresahkan akal dan menyempitkan dada yang kini penuh dengan huru-hara
yang mencekam. Kalian harus berlindung kepada Rabb-mu, Pemelihara Seru
Sekalian Alam. Berdiam diri di ujung sebuah pintu taubat, mudah-mudahan
kalbumu akan dibuka oleh Allah dengan lemah lembut, merendahkan diri dan
berdoa, menjerit dan menangis semalaman. Juga di siang hari bersama
orang-orang yang merendahkan diri, yang menjerit dan selalu berdoa
kepada Allah Ta'ala. Sebab itu semua adalah sebuah persoalan bersar
dalam hidupmu yang kalian tidak akan selamat darinya melainkan
disebabkan atas pertolongan dan rahmat Allah Ta'ala semata.
Dan
tidak akan bisa selamat dari tenggelamnya di lautan ini kecuali dengan
hadirnya hidayah, taufiq serta inayah-Nya semata. Bangunlah kalian dari
lengahnya orang-orang yang lengah. Urusan ini harus benar-benar
diperhatikan oleh kalian. Lawanlah hawa nafsumu dalam tanjakan yang
menakutkan ini. Mudah-mudahan kalian tidak akan celaka bersama
orang-orang yang celaka. Dan mohonlah pertolongan hanya kepada Allah
Ta'ala, kapan saja dan dalam kadaan bagaimanapun. Dialah yang Maha
Menolong dengan sebaik-baiknya...
Wa laa haula wa laa quwwata illa billaah...
Sumber : http://www.hudzaifah.org/Article220.phtml
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 23 September 2011
Tujuh Langit, Tujuh Malaikat Penjaga, dan Tujuh Amal Sang Hamba
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar